Memadukan Damar kurung khas Gresik dengan Lampion Tiongkok.
Dari bahan dasar akrilik dan plastik, SMANU 1 Gresik menciptakan damar kurung terbesar. Budaya Tiongkok berpadu dengan tradisi Kota Gresik dalam pembuatan lampion itu, mereka meraih penghargaan khusus.
Dari bahan dasar akrilik dan plastik, SMANU 1 Gresik menciptakan damar kurung terbesar. Budaya Tiongkok berpadu dengan tradisi Kota Gresik dalam pembuatan lampion itu, mereka meraih penghargaan khusus.
SABTU malam (11/2), cahaya warna-warni
bertebaran di kawasan Atlantis Land, Kenjeran Park, Surabaya. Perhatian
penonton tertuju pada salah satu lampion karya SMA Nahdlatul Ulama 1 (Smanusa)
Gresik.
Ornamen indah mengelilingi lampion berbentuk persegi empat
itu. Di setiap sisi, ada hiasan dengan corak merah dan kuning emas. Bagian atap
dibuat dua tingkat. Masing-masing kuncup dihiasi ornamen berupa gambar ayam
api, sesuai dengan kalender penanggalan Tiongkok.
Postur lampion tersebut sekilas menyerupai bangunan
kelenteng. Tingginya 2 meter. Lebar setiap sisi 1,5 meter. Lampion itu menjadi
yang paling besar di antara peserta lain. Lampu penerang tersebut semakin
ciamik dengan hiasan renda-renda merah yang mengelilingi bagian atap. Saat
dinyalakan, lampion memancarkan warna merah keemasan.
”Lampion ini memang kami rancang seperti miniatur
kelenteng,” tutur M. Said, perancang lampion itu.
Setiap sisi menampilkan hiasan penuh makna. Di sisi kiri dan
kanan, terdapat gambar ayam emas dengan logo Jawa Pos di bagian atas. Di bagian
depan dan belakang, terdapat tulisan mencolok ’’Damar Kurung”. Di bawahnya, ada
tulisan cerita singkat tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Gresik. Mulai aktivitas
dagang, melaut, hingga kegiatan religi.
”Ini aktivitas umum masyarakat pesisir dan kaum santri di
Gresik,” kata Said.
Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kesiswaan Smanusa Gresik M.
Zakariyah menceritakan, lampion damar kurung tersebut merupakan hasil kerja
sama siswa dan guru. Pekerjaan itu tidak terlalu sulit. Civitas sekolah sudah
terbiasa membuat damar kurung. ’’Pertama bikin konsep pembuatan lampion, yang
terbayang adalah damar kurung,” kata Zakariyah.
Lampion dan damar kurung punya fungsi sama. Yaitu, sebagai
lampu penerang. Lampunya pun sama-sama berada di dalam damar atau pelindung.
Hanya, lampion dan damar kurung memiliki corak dan bentuk berbeda. Nah, dari
sanalah, muncul ide untuk menggabungkan konsep damar kurung dan lampion.
’’Jadilah seperti ini. Ada unsur damar kurung, lampion, dan
kelenteng,” ujar Zakariyah.
Paduan damar kurung dan lampion menjadi simbol akulturasi
budaya masyarakat Gresik dan Tionghoa. Proses akulturasi itu berlangsung lama.
Mulai abad ke-15 hingga abad ke-18, tepatnya 1487-1681 Masehi. Saat itu
Gresik adalah kota dagang yang terkenal. Banyak saudagar mancanegara yang
singgah. Ada pedagang Malaka, Arab, India, hingga Tiongkok. Bisa dikatakan
bahwa abad XV hingga XVIII merupakan masa keemasan sejarah perdagangan Gresik.
’’Saat itulah damar kurung mulai muncul,” tuturnya.
Mengapa mengikuti Festival Cap Go Meh? Kepala Smanusa Gresik
Nasihuddin menjelaskan, Cap Go Meh tidak berhubungan dengan perayaan keagamaan.
Sekolah menjadikan festival itu sebagai sarana edukasi siswa. Sebab, Smanusa
menjalin kerja sama pendidikan dengan Tiongkok sejak 2012.
”Kami aktif bekerja sama dengan sejumlah universitas,” tutur
Nasihuddin. Ada Jiangsu University of Science and Technology, Chongqing
University, Zhejiang University of Technology, hingga Taiwan
Shoufu University.
Setiap tahun, sekolah tersebut mengirimkan alumni untuk
berkuliah ke empat universitas itu. Mereka memperoleh beasiswa. Per tahun,
rata-rata ada 5–11 alumnus yang mendapat beasiswa. ’’Hadis Nabi Muhammad SAW
menyebutkan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Itu benar-benar kami
aplikasikan,” tandasnya. (Umar Wirahadi - Jawa Pos)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar