Masa Depan Tuhan
Karya Karen Amstrong
Cuplikan tulisan Karen Armstong pada bukunya, Masa Depan
Tuhan bab yang diberi judul Iman, halaman 171-190. Sebagai tambahan wawasan,
betapa sangatlah tidak mudah untuk mendapatkan padanan kata yang tepat untuk
menerjemahkan satu kata dari bahasa yang berbeda. Apalagi untuk menggambarkan
pesan yang terkandung dalam suatu kata, dan apabila kata yang hendak
diterjemahkan ini menyangkut pesan dari Tuhan, yang diterjemahkan secara kurang
tepat, maka dampaknya sungguh langsung mewujud dalam kehidupan.
Kata yang diterjemahkan menjadi "iman" dalam
Perjanjian Baru adalah kata bahasa Yunani pistis (bentuk verbal : pisteuo),
yang berarti "kepercayaan; kesetiaan; keterlibatan; komitmen" (Ini
telah dijelajahi secara luas oleh Wilfred Cantwel Smith dalan Belief and
History serta Faith and Belief). Yesus tidak meminta orang untuk
"percaya" pada keilahiannya, karena dia tidak membuat klaim yang
seperti itu. Dia meminta komitmen. Dia ingin murid-murid yang akan terlibat
dengan misinya, memberikan semua yang mereka miliki kepada orang miskin,
memberi makan orang yang lapar, menolak untuk terhalangi oleh ikatan keluarga,
meninggalkan kesombongan mereka, mengesampingkan kepentingan diri dan rasa
berhak mereka, hidup seperti burung-burung di udara dan bunga bakung di padang
rumput, dan percaya kepada Allah yang adalah ayah mereka.
Ketika Perjanjian Baru diterjemahkan dari bahasa Yunani ke
dalam bahasa Latin oleh St Jerome (kl. 342-420), pistis menjadi fides
("kesetiaan"). Fides tidak memiliki bentuk verbal, sehingga
untuk pisteuo, Jerome menggunakan kata kerja latin credo, sebuah
kata yang berasal dari cor do ; "aku berikan hatiku". Dia
tidak terpikir untuk mengggunakan kata opinor ("aku memegang
pendapat"). Ketika Alkitab diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, credo
dan pisteuo menjadi "I believe" dalam versi King James
(1611). Tetapi kata "belief" sejak itu telah berubah makna. Di
Inggris abad pertengahan, bileven berarti"menghargai; mementingkan;
menyayangi". Jadi "belief" aslinya berarti "kesetiaan pada
satu orang yang kepadanya seseorang terikat dalam janji atau tugas"
Sebagaimana yang dijelaskan Theodore, Uskup dari Mopsuestia
di Kilikia dari 392-428, kepada katekumennya :
Ketika engkau mengatakan "pisteuo" ("aku
mengikatkan diriku") di hadapan Tuhan, engkau menunjukkan bahwa dirimu
akan tetap teguh bersamanya, bahwa engkau tidak dapat memisahkan diri darinya
dan bahwa engkau akan memandangnya lebih tinggi dari apapun yang lain dan hidup
dengannya serta membawa dirimu dalam cara yang selaras dengan perintah-Nya (Theodore,
Ad Baptizados, Homily 13: 14, dalam Wilfred Cantwell Smith, Faith and Belief,
h. 25)
"Kepercayaan" (belief) dalam pengertian modern
kita tidak masuk didalamnya. Meskipun Theodore adalah pendukung terkemuka
penafsiran harfiah yang dipraktikkan di Antiokha, dia tidak meminta kepada para
kandidatnya untuk "memercayai" doktrin "misterius" manapun.
Iman adalah murni masalah komitmen dan hidup praktis.
Ini juga berlaku pada monoteisme ketiga, yang baru akan
muncul pada tahun awal abad ke-7. Pada 610 M, Muhammad ibn Abdullah (560-632),
seorang pedagang dari Makkah, kota komersial yang ramai di HIjaz Arab, mulai
menerima wahyu yang diyakini berasal dari Allahnya orang Yahudi dan Kristen.
Pesan-pesan Illahi ini akhirnya dikumpulkan bersama dalam kitab suci yang
dikenal dengan nama Al Qur'an, "Bacaan", dan teks ini dirampungkan
hanya dua puluh tahun setelah wafatnya Nabi. Agama Al Qur'an akan dikenal
sebagai Islam, sebuah kata yang berarti "penyerahan diri" kepada
Allah, dan didasarkan pada prinsip-prinsip dasar yang sama seperti kedua
tradisi monoteistik lain.
Al Qur'an tidak memiliki ketertarikan pada soal
"keyakinan"; bahkan konsep ini sangat asing bagi Islam (Wilfred
Cantwell Smith, Faith and Belief, hh 37-47). Spekulasi teologis yang
menghasilkan perumusan doktrin-doktrin yang muskil ditolak sebagai zhannah,
prasangka sekehendak hati tentang hal-hal yang yang tak dapat dibuktikan
siapapun dengan satu atau lain cara, tetapi membuat orang suka bertengkar dan
bersikap sektarian secara bodoh (Al Qur'an 3 : 64-68; 10 :36; 41: 23).
Seperti semua agama atau philosophia lain, Islam adalah cara hidup (din). Pesan
fundamental Al Qur'an ini bukanlah sebuah doktrin, melainkan seruan untuk
mengungkapkan kasih sayang dalam amal perbuatan : menumpuk kekayaan tidaklah
baik dan yang baik adalah berbagi kekayaan secara merata dan menciptakan
masyarakat yang adil dimana orang miskin dan lemah diperlakukan dengan hormat (Al
Qur'an 92: 18; 9:103; 63 :9; 102 :1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar