Judul : LUPA ENDONESA
Penulis : Sujiwo Tejo
Penerbit : PT. Bentang Pustaka
Cetakan : Ke-3
Tebal : xiii + 218 halaman
ISBN : 978-602-881-187-3
Persoalan bangsa kian hari kian ruwet, seruwet susurnya Mbok
Nah penjual soto di desa saya. Anda ingat, kasus Century belum kelar, berganti
kasus Hambalang yang terbagi menjadi beberapa episode: setelah episodenya
Bendahara partai Demokrat, Anjelina Sondak, kemudian Cak Anas yang pernah
menyatakan siap digantung di Monas jika korupsi se-rupiahpun. Llloo… sekarang
kok nggak digantung? Cak Anas kan bilang serupiah, bukan ratusan juta rupiah.
Muncul lakon baru Mas Aceng sang Bupati Garut, yang
dikatakan melanggar kode etik pejabat. Bahwa pejabat kawin resmi hanya boleh
satu. Jika kawin siri, haram hukumnya diberitahukan kepada orang banyak apalagi
kepada wartawan.
Menurut Kang Jiwo, semua masalah bersumber dari hal yang
sepele, namun akibatnya sepolo. Masalah lupa menjadikan rusaknya semua dandanan dan
tatanan. Terutama lupa bahwa mereka bangsa Indonesia. Mereka diamanati
Indonesia untuk mensejahterakan semua rakyatnya bukan sekelompok kecil rakyat
Indonesia. Lupa endonesa merupakan ungkapan yang paling akurat untuk menyebut
penyebab segala persoalan bangsa ini.
Uniknya, Kang Jiwo, sapaan Sujiwo Sutejo, mengajak kita
untuk menjadikan kenyataan seperti Presiden, DPR, MPR, Pengadilan seakan-akan
hanya sebuah hayalan. Sementara dunia pewayangan seperti Pendowo, Kurowo, Ramayana
sampai pada cerita Sunan Kalijogo dan Hanuman merupakan kenyataan yang
betul-betul nyata dan mereka hidup pada zaman yang serba teknologi dan korupsi
ini.
Sebutlah, Wayang DURANGPO alias NgelinDUR bAreNG PunOkawan
oleh kang Jiwo yang secara rutin diterbitkan oleh salah satu media yang sangat
populer di Indonesia. Dalam rubrik tersebut, Kang Jiwo menyampaikan kritik, ide
dan gagasannya secara kocak namun mengena untuk disampaikan kepada siapa saja
yang merasa terkritik agar mereka ingat Indonesia.
Buku ini kalau kita baca ibarat kita sedang nonton
pementasan wayang kulit yang sedang dimainkan seorang dalang selevel Ki Anom
Suroto. Dijamin, penonton pasti tidak rela untuk meninggalkan tempat duduknya
kecuali mau ke kamar mandi.
Para pemain pementasan wayang kulit tersebut banyak
didominasi oleh punokawan yang memiliki keunikan dan selera
humor yang cukup menggelitik, seperti Gareng, Petruk, Semar, dan Bagong. Namun
tidak jarang dalam cerita pewayangan tersebut ada beberapa pemain yang wajah
atau perilakunya mirip dengan para pejabat, istri pejabat, bahkan para artis
seperti Anang, Krisdayanti, Manohara, dan lain-lain. Tapi mungkin bukan. Itu
bukan mereka. Karena cerita wayang itu kenyataan sedangkan mereka ada di alam
khayalan.
Judul ‘Lupa Endonesa’ diambil dari salah satu tema dalam
buku tersebut. Dikisahkan, Istri Gareng bernama Dewi Sariwati mendapat
panggilan syuting film Lupa Endonesa, bersama kelompok band Kuburan yang akan
membawakan hit “Lupa-Lupa Ingat”. Namun syutingnya dilakukan pada jam 02.00
dini hari. Ini yang menjadikan Gareng jengkel. “Ini syuting apa mau sholat
tahajjud,” tanya Gareng. Perdebatan panjang antara suami istri itu akhirnya
mengarah pada pertanyaan: apakah Mbah Surip masih hidup atau sudah meninggal? Kata
Gareng, Mbah Surip jelas masih hidup. Buktinya, orang-orang yang kerjanya
mengendong-gendong orang lain sekarang masih hidup dan makin banyak. “Golkar
dan PDI-P saja sekarang sudah menunjukkan gejala merapat dan menggendong Pak
SBY,” jelas Gareng.
Debat terhenti ketika mendadak Bagong muncul dan mengatakan
mau mengantar Sariwati ke tempat syuting. Tapi, Sariwati ternyata membatalkan
niatnya mengikuti syuting, “Nggak jadi saja. Percuma, filmnya nanti juga nggak
bakal ada yang nonton. Karena, sebagai pemain, saya tidak pernah disilet-silet
di Malaysia,” kata Sariwati. Gareng plus Bagong langsung bengong.
Tentu buku ini sangat baik untuk dibaca. Pengetahuan kita
tentang dunia nyata yang ada di pewayangan saat ini dijamin akan bertambah.
Serta, akan bertambah pula pengetahuan kita tentang perkembangan dunia khayal,
yaitu dunia kita, saat ini. Asli, pembaca dijamin akan tertawa geli saat
membaca episode demi episode buku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar