Judul : Biografi 7 Rais Am PBNU
Penulis : M. Solahudin
Penerbit : Nous Pustaka Utama Kediri, 2012
Ukuran : 13 x 19 cm
Halaman : 210 hlm
Harga : Rp. 23.000
Pemesanan : (0354) 7630064, 081804055614
Peresensi : A. Khoirul Anam*
Masyarakat umum di Indonesia saat ini barangkali lebih memperhatikan siapa yang
menjadi Ketua Umum NU, bukan Rais ‘Am atau pemimpin utamanya. Ini bermula
ketika NU bermetamorfosa menjadi partai politik yang secara formal dipimpin
oleh ‘Ketua Umum’, sementara Rais ‘Am (lebih sering di tulis Rais Aam)
difungsikan sebagai dewan pembina.
Perhatian pada sosok ketua umum memuncak pada saat KH Abdurrahman Wahid (Gus
Dur). Kharisma Gus Dur yang luar biasa membuat banyak orang lupa bahwa komando
utama NU berada di Rais ‘Am atau syuriyah lainnya yang beranggotakan para kiai,
bukan ketua umum atau tanfidziyah. Sejak dilahirkan pada 1926 NU memang telah
meneguhkan diri sebagai organisasi yang dipimpin para kiai. Nama ‘nahdlatul
ulama’ itu sendiri berarti ‘kebangkitan para ulama’ atau para kiai.
‘Rais ‘am’
adalah istilah bahasa Arab yang sebenarnya juga diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia menjadi ‘ketua umum’. Namun dalam tradisi NU, sebutan untuk ketua
syuriyah atau pengurus syuriyah yang lain menggunakan istilah bahasa Arab.
Pada saat NU dideklarasikan di Surabaya 1926 para kiai meminta dengan hormat
kepada KH Hasyim Asy’ari sebagai Rais Am, dan sebagai rais Am pertama beliau
digelari “Rais Akbar NU”. Selanjutnya KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Chasbulllah
dan para kiai lainnya menunjuk H Hassan Gipo sebagai ketua tanfidiyah (ketua
umum). Hassan Gipo berasal dari kalangan profesional yang bertugas melaksanakan
program-program NU yang telah digariskan oleh para kiai di syuriyah.
Demikianlah. Buku ‘Biografi 7 Rais Am PBNU’ yang ditulis oleh M. Solahudin
mengingatkan kembali kepada kita bahwa NU dipimpin oleh para kiai yang berada
di jajaran syuriyah, dan pemimpin utamanya adalah Rais ‘Am.
“Jika ada yang mengatakan bahwa NU adalah pesantren besar atau pesantren adalah
NU kecil, maka Rais Am PBNU identik dengan kiai (pimpinan tertinggi di
pesantren) dan Ketua Umum PBNU sejajar dengan ketua pondok yang dulu dikenal
dengan lurah pondok,” demikian penggambaran dalam buku itu.
Dalam perjalanan sejarahnya NU telah memiliki tujuh Rais 'Am. Beliau-beliau
adalah Hadrastusy Syekh KH M. Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang (dikenal sebagai
Rais Akbar), KH. A. Wahab Hasbullah Tambakberas Jombang, KH. M. Bisri Syansuri
Denanyar Jombang, KH. Ali Ma’shum Krapyak Yogyakarta, KH. Ahmad Shiddiq Jember,
KH. Moh. Ilyas Ruhiat Cipasung Tasikmalaya, dan yang saat ini masih sedang
menjalankan amanah adalah KH M.A. Sahal Mahfudh Kajen Pati.
Buku ‘Biografi 7 Rais Am PBNU’ ini bukan sekedar kumpulan riwayat hidup, namun
kisah-kisah keteladanan dari para kiai kita. Semoga buku ini bisa menjadi i’tibar untuk
menempa diri. Bagi para kader NU, biografi para Rais ‘Am sangat penting untuk
menumbuhkan optimisme dan memberikan orientasi dalam berkhidmah membangun
Indonesia melalui jalur NU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar